Usia harapan hidup penderita berbagai jenis kanker naik tajam dalam 50 tahun ini, tetapi sebagian jenis kanker masih sangat sulit disemb...
Deteksi dini memberi harapan hidup pada penderita kanker
Usia harapan hidup penderita berbagai jenis kanker naik tajam dalam 50 tahun ini, tetapi sebagian jenis kanker masih sangat sulit disembuhkan. Satu obat baru yang sedang dibuat menarget beberapa jenis kanker agresif itu. Hasil percobaan klinis menunjukkan, jumlah penderita kanker, yang tidak mempan obat lain, merespon dengan baik.
Tim ilmuwan pada perusahaan besar farmasi Pfizer, dan Abbvie Stemcentrix, perusahaan kecil bio-teknologi, membuat obat baru yang menarget sejumlah jenis kanker yang agresif. Kanker-kanker itu sulit diobati dan sering kambuh. Obat yang sedang dibuat kedua perusahaan itu berhasil pada tikus dan monyet, dan percobaan pada manusia sedang berlangsung.
Peneliti pada Pfizer, Marc Damelin mengatakan, "Pada dasarnya, kami berharap menghancurkan kanker sampai ke akarnya. Sama seperti kalau kita berkebun, kita akan mencabut gulma sampai ke akar supaya tidak tumbuh lagi. Obat ini kami rancang untuk membunuh tumor sampai ke akarnya. Dan kami melakukan kemoterapi ini yang intinya membunuh sel-sel."
Melalui Skype dari pusat penelitian Pfizer di New York, Marc Damelin menjelaskan dua manfaat obat itu.
Pertama, itu adalah antibodi yang membantu melawan kanker. Tim ilmuwan telah memasukkan obat kemoterapi ke dalam antibodi itu, berupa molekul protein. Antibodi itu menempel pada sel kanker yang terus membelah guna mencegahnya tumbuh sementara obat kemoterapi itu membunuhnya.
"Obat ini, pada dasarnya, adalah peluru kendali," paparnya.
Damelin mengatakan hampir 30 persen pengidap kanker indung telur atau ovarium dalam percobaan menunjukkan respon positif. Mereka adalah pasien yang sudah mencoba berbagai obat lain tetapi gagal.
Harapannya adalah obat baru itu akan menggantikan kemoterapi standar. Dan karena punya sasaran khusus, obat itu tidak akan terlalu beracun dan efek sampingnya lebih sedikit.
Jika berhasil, tim ilmuwan mengatakan, obat itu mungkin juga membantu pasien jenis kanker lain, termasuk kanker prostat, usus besar, kerongkongan, dan leukemia jenis agresif.
Percobaan yang lebih besar pada manusia akan dimulai tahun ini. Jika berhasil, obat itu bisa menyelamatkan nyawa penderita kanker-kanker tersebut, yang sulit diobati
Polusi lingkungan membunuh lebih satu dari empat balita setiap tahun, atau berarti 1,7 juta anak di seluruh dunia. Badan Kesehatan Duni...
Kematian lebih satu dari empat balita setiap tahun
Polusi lingkungan membunuh lebih satu dari empat balita setiap tahun, atau berarti 1,7 juta anak di seluruh dunia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan bahwa kematian anak-anak ini akan meningkat secara dramatis jika tidak ada langkah yang diambil untuk mengurangi risiko lingkungan.
WHO mengkaji dampak lingkungan berbahaya terhadap kesehatan anak-anak dan memberikan solusi dalam dua penelitiannya yang berjudul “Mewarisi Dunia Berkelanjutan: Atlas Kesehatan Anak dan Lingkungan” dan sebuah laporan tambahan “Jangan Kotori Masa Depan Saya! Dampak Lingkungan pada Kesehatan Anak.”
Penulis laporan itu setuju bahwa polusi udara adalah pembunuh nomor satu dan bertanggung jawab atas kematian 6,5 juta bayi prematur setiap tahun, termasuk hampir 600 ribu anak di bawah lima tahun.
Dirjen WHO Margaret Chan mengatakan balita paling berisiko meninggal akibat lingkungan tercemar karena “perkembangan organ-organ tubuh dan sistem mereka, juga saluran pernafasan dan tubuh yang lebih kecil.”
Meskipun sebagian besar kematian anak ini terjadi di negara-negara berkembang, Direktur WHO Bidang Kesehatan Publik, Lingkungan Hidup dan Penentu Kesehatan Sosial, Maria Neira mengatakan pada VOA, polusi udara terjadi di negara miskin dan kaya.
“Anda bisa merupakan anak yang sangat kaya, orang tua Anda kaya raya, tetapi tinggal di suatu tempat, di kota yang udaranya sangat kotor, dan hanya sedikit yang bisa dilakukan karena kita semua perlu bernapas. Jadi meskipun Anda kaya atau miskin, Anda tetap perlu bernapas dan ini sangat merugikan. Polusi udara ada di mana-mana,’’ ujarnya.
WHO melaporkan bahwa penyebab utama kematian anak-anak berusia satu bulan hingga lima tahun adalah diare, malaria dan pneumonia.
“Ini adalah faktor-faktor yang sangat dipengaruhi oleh polusi udara, air dan sanitasi, yang tidak layak; tetapi juga akibat perantara yaitu nyamuk yang ada di sekeliling rumah dan masyarakat,” ujar Annette Pruss-Ustun, ilmuwan di Departemen Kesehatan Publik dan Lingkungan Hidup WHO.
“Ini adalah masalah utama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, kecuali polusi udara, dimana anak-anak yang berada di negara-negara berpendapatan tinggi juga terkena dampaknya,” ujarnya.
“Tetapi mereka tidak meninggal karena hal ini, karena sistem layanan kesehatan membantu mereka tepat pada waktunya,” tambah Annette.
WHO melaporkan tindakan-tindakan termasuk penyediaan air bersih dan sanitasi, pembatasan paparan bahan kimia berbahaya, dan perbaiki manajemen limbah yang bisa mencegah banyak masalah lingkungan hidup pemicu kematian.
“Hampir separuh penduduk dunia menggunakan bahan bakar kotor untuk memasak, menghangatkan makanan dan listrik di rumah. Dan hal ini tidak saja sangat mempengaruhi para ibu yang tinggal dan memasak di rumah, tetapi juga anak-anak yang berada di sekitar ibunya, mereka juga terkena dampaknya,” ujar Neira
Badan Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengeluarkan daftar 12 bakteri paling berbahaya terhadap manusia, dan mengingatkan bahwa para dokter ...
12 bakteri paling berbahaya terhadap manusia
Badan Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengeluarkan daftar 12 bakteri paling berbahaya terhadap manusia, dan mengingatkan bahwa para dokter mulai kehabisan cara untuk merawat penyakit akibat bakteri-bakteri tersebut.
Dalam penjelasan singkat hari Senin (27/2), WHO mengatakan daftar itu dikeluarkan untuk mendorong pengembangan obat-obatan bagi bakteri kebal obat yang paling mengkhawatirkan di dunia, termasuk Salmonela dan Staphylococus Aureus.
Pejabat WHO Marie-Paule Kieny mengatakan jika prioritas diserahkan kepada sektor farmasi swasta saja, “antibiotik baru yang sangat kita butuhkan tidak bisa dikembangkan pada waktunya”.
WHO mengatakan obat-obatan yang paling dibutuhkan adalah obat untuk melawan kuman yang menimbulkan ancaman khusus terhadap rumah sakit, rumah jompo dan pasien yang membutuhkan ventilator.
WHO menambahkan puluhan bakteri kebal obat yang ada dalam daftar tersebut kini semakin tidak bisa diberantas dan kerap menimbulkan infeksi yang menelan korban jiwa.
Orang dewasa muda yang menghabiskan banyak waktu untuk mencari hubungan sosial di media sosial malah bisa merasa terisolasi secara sosial...
Sering menggunakan sosmed akan merasakan isolasi sosial
Orang dewasa muda yang menghabiskan banyak waktu untuk mencari hubungan sosial di media sosial malah bisa merasa terisolasi secara sosial, demikian menurut sebuah studi baru.
Para peneliti melihat kebiasaan media sosial 1.787 orang dewasa Amerika berusia 19 hingga 32 tahun, dengan menanyakan berapa banyak mereka menggunakan 11 situs media sosial yang populer, termasuk Facebook, YouTube, Instagram, Snapchat, Twitter dan LinkedIn.
Setelah mengontrol berbagai faktor demografi, mereka menemukan bahwa orang yang menggunakan media sosial lebih dari dua jam per hari "berpeluang dua kali lebih besar untuk merasakan isolasi sosial dibanding rekan-rekan mereka yang menghabiskan kurang dari setengah jam di media sosial setiap hari."
Para peneliti melihat kebiasaan media sosial 1.787 orang dewasa Amerika berusia 19 hingga 32 tahun, dengan menanyakan berapa banyak mereka menggunakan 11 situs media sosial yang populer, termasuk Facebook, YouTube, Instagram, Snapchat, Twitter dan LinkedIn.
Setelah mengontrol berbagai faktor demografi, mereka menemukan bahwa orang yang menggunakan media sosial lebih dari dua jam per hari "berpeluang dua kali lebih besar untuk merasakan isolasi sosial dibanding rekan-rekan mereka yang menghabiskan kurang dari setengah jam di media sosial setiap hari."
Mereka yang mengunjungi situs media sosial 58 kali seminggu atau lebih "sekitar tiga kali lipat kemungkinannya merasakan isolasi sosial daripada mereka yang mengunjungi situs media sosial kurang dari sembilan kali per minggu."
Dalam tulisan di American Journal of Preventive Medicine, para peneliti dari University of Pittsburgh School of Medicine menambahkan bahwa peningkatan isolasi sosial telah dikaitkan dengan "peningkatan risiko kematian."
Dalam tulisan di American Journal of Preventive Medicine, para peneliti dari University of Pittsburgh School of Medicine menambahkan bahwa peningkatan isolasi sosial telah dikaitkan dengan "peningkatan risiko kematian."
Dr. Brian A. Primack, direktur Center for Research on Media, Technology and Health mengatakan ini isu yang penting untuk dipelajari karena masalah kesehatan mental dan isolasi sosial sudah menjadi epidemi di kalangan orang dewasa muda.
"Kita pada dasarnya makhluk sosial, tetapi kehidupan modern cenderung mengotak-ngotakkan kita bukannya menciptakan kebersamaan. Walaupun mungkin tampaknya media sosial memberikan peluang untuk mengisi kekosongan sosial, saya pikir penelitian ini menunjukkan bahwa mungkin ini bukan solusi yang diharapkan orang," tambah Primack, penulis utama penelitian itu.
"Kita belum tahu yang mana datang pertama, penggunaan media sosial atau isolasi sosial yang dirasakan," kata penulis senior Dr. Elizabeth Miller, profesor kedokteran anak di University of Pittsburgh dan kepada Division of Adolescent and Young Adult Medicine di Children's Hospital of Pittsburgh.
"Ada kemungkinan bahwa orang dewasa muda yang awalnya merasa terisolasi secara sosial beralih ke media sosial. Atau bisa juga bahwa peningkatan penggunaan media sosial entah bagaimana menyebabkan perasaan terisolasi dari dunia nyata. Ini bisa juga kombinasi keduanya. Tetapi seandainya pun isolasi sosial lebih dahulu ada, tampaknya hal itu tidak bisa diatasi dengan menghabiskan waktu online, bahkan dalam situasi konon bersifat sosial. "
Para peneliti mengatakan media sosial dapat menimbulkan perasaan terisolasi secara sosial jika memandangnya sebagai "pengalaman sosial di dunia nyata," menyebabkan perasaan tidak diajak serta setelah melihat foto-foto teman bersenang-senang di acara-acara yang mereka tidak diundang, atau dapat membuat kita berpikir bahwa orang lain memiliki kehidupan yang lebih bahagia atau lebih sukses karena sering mereka menggambarkan kehidupan yang ideal di media sosial.
Para peneliti mengatakan studi lebih lanjut perlu dilakukan, tetapi mereka mengatakan dokter harus bertanya kepada pasien tentang penggunaan media sosial jika mereka menunjukkan gejala isolasi sosial.
"Orang-orang saling berinteraksi melalui media sosial dalam berbagai cara," kata Primack. "Dalam penelitian berbasis populasi besar seperti ini, kami melaporkan tendensi secara keseluruhan yang mungkin tidak berlaku untuk setiap individu. Saya tidak meragukan bahwa sebagian orang yang menggunakan sosial media tertentu dengan cara tertentu mungkin menemukan kenyamanan dan keterhubungan sosial melalui hubungan media sosial," lanjutnya.
"Namun, hasil penelitian ini hanya mengingatkan kita bahwa, secara keseluruhan, penggunaan media sosial cenderung dikaitkan dengan peningkatan isolasi sosial dan tidak menurun isolasi sosial," imbuhnya.
Para periset sedang mengembangkan tes darah yang tidak hanya akan menunjukkan apakah seseorang menderita kanker tapi juga dimana tumor it...
Tes darah mengetahui di mana letak Tumor
Para periset sedang mengembangkan tes darah yang tidak hanya akan menunjukkan apakah seseorang menderita kanker tapi juga dimana tumor itu berada. Tes itu bisa berarti perawatan yang lebih tepat dan berpotensi menyelamatkan nyawa pasien.
Para periset menyebut tes darah yang mereka kembangkan seperti proses pengenalan ganda. Bisa mendeteksi keberadaan sel-sel tumor yang mematikan dalam darah dan jaringan penting yang memberi tahu petugas klinis organ mana yang terserang kanker.
Sudah ada tes yang memeriksa jejak DNA yang dikeluarkan oleh sel-sel kanker yang mati. Tes darah semacam itu menjanjikan, dalam perawatan pasien untuk melihat seberapa ampuh terapi anti kanker bekerja.
Tapi periset pada University of California di San Diego menemukan petunjuk baru dengan menggunakan jejak DNA organ khusus yang mengarahkan mereka pada organ tertentu yang terkena kanker.
Ini akan membuat tes darah baru itu berguna sebagai alat pemeriksaan bagi pasien yang diduga mengidap kanker tanpa menggunakan tes diagnosa yang menyiksa untuk menemukan penyakit itu.
Profesor bioengineering UC di San Diego Kun Zhang adalah penulis senior makalah mengenai tes eksperimen itu dalam Nature Genetics.
"Jadi ketika kita melakukan pemeriksaan dini atau pendeteksian awal semacam ini, orang-orang ini sehat. Ketika kita mengambil darah kemudian melakukan tes dan mendapati kanker, itu tidak cukup, karena kita tidak mengetahui apa yang kemudian harus dilakukan. Kami mengembangkan metode dimana kita bisa mengatakan apakah ada kanker yang berkembang di tubuh jika “ya” kita juga bisa mengetahui dimana kanker itu tumbuh,” ujar Zhang.
Tes itu memeriksa jejak DNA yang disebut CpG methylation haplotype yang unik pada setiap jaringan dalam tubuh.
Ketika kanker tumbuh dalam sebuah organ, kanker akan bersaing dengan jaringan yang sehat untuk mendapat makanan, tempat, membunuh sel-sel yang sehat yang mengeluarkan DNA dalam aliran darah.
Jejak haplotype yang dikenali oleh tes darah, bisa memberitahu dokter, sel-sel mana yang dihancurkan dan karenanya organ apa yang sedang diserang oleh kanker. Kun Zhang mengatakan mengetahui lokasi tumor penting untuk pendeteksian awal dan pengobatan.
Para periset membuat database lengkap pola CpG methylation untuk 10 jaringan organ normal: paru-paru, hati, usus, otak, pankreas, limpa, perut, jantung dan darah. Untuk mengumpulkan data base penanda genetika itu, para ilmuwan juga menganalisa sampel tumor dan darah pasien kanker.
Mereka memeriksa sampel-sampel darah 59 pasien yang menderita kanker paru-paru atau colorectal dan membandingkan temuan-temuan itu dengan orang yang tidak menderita kanker.
Zhang mengatakan, “Tes ini berpotensi sebagai tes pemeriksaan, jadi berpotensi nyata. Kita perlu melakukan pemeriksaan klinis yang lebih banyak sebelum sampai pada kesimpulan itu.”
Zhang berharap pada akhirnya tes darah itu digunakan untuk menemukan penanda kanker sebagai bagian dari pemeriksaan darah rutin
Subscribe to:
Posts (Atom)
0 comments: